Jumat, 23 November 2012

(masih) Ada Tuhan di Sana

Menutup mata dari sekitar yang melihat dari sudut pandang yang berbeda.
Aku berjalan dalam kegelapan membawa lentera.

Satu persatu rupa-rupa manusia tak berupa sempurna melintas.
Setapak jalan tak beraspal dan berbatu penuh dengan cairan lengket yang entah apa ini baunya amis sekali.
Ternyata aku melewati daerah pelacuran, amis sekali. Setiap orang berbau amis, entah bau apa yang melekat pada tubuh mereka.

Mereka bagaikan berada dalam sebuah daerah yang terisolasi ku lihat diluar perbatasan, tanpa batas yang tertutup dan jelas setiap orang mencemooh mereka, berfikir negatif tentang apapun yang mereka perbuat karena mereka pelacur.
Entah pelacur baik atau jahat.

Namun, ada satu nafas yang terhirup olehku. Perlahan tapi pasti semakin banyak yang ku rasakan. Ini adalah Doa. Semakin kencang kurasakan hawanya.
Aku berlutut seketika, terperangah melihat setiap bait doa yang perlahan terbang bagai serpihan kristal menuju langit.
Disana ada doa untuk pengampunan, disana ada penyesalan, disana ada pengharapan, disana ada doa bagi bangsa, disana ada doa untuk kaum seperti mereka dan juga mereka tak lupa mendoakan orang-orang kaya dan berada di luar perbatasan mereka. Ada Tuhan disana.
Tersapu badai seketika tempat itu sunyi, berganti dengan perbatasan yang sangat jelas terasa banyak kesombongan di sana, baik materi, harkat dan martabat, bahkan iman yang semakin berlomba-lomba untuk dipamerkan. Siapa yang tak bercacat, siapa yang tak berdosa, siapa yang dapat melayani lebih baik, siapa yang dapat menjatuhkan lebih baik. Aku bingung, Tuhan ada disana tapi tak sebening doa-doa orang yang terbuang tadi.
Kembali mataku dibutakan oleh kabut tebal.

Aku berjalan perlahan, banyak teriakan makian ku dengar. Suara sayatan pedang, suara barang-barang berjatuhan, suara tubuh yang terpukul benda keras, dimana aku?
Ku lihat anak seumurku sedang memegang pisau berlumur darah akibat membunuh ayahnya, ku lihat seorang ibu menjual organ-organ tubuh anaknya. Seketika aku muntah. Jijik aku melihat darah dimana-mana. Aah, apa ini Tuhan! Masihkah kau ada disini?

Ku dengar suara tangisan sendu dua orang anak perempuan yang menanti ayahnya. Ayahnya hampir saja datang dan memasuki pintu, namun dari belakang ada orang lain yang menikam tubuhnya. Ia hanya sempat memeluk kedua putrinya sebelum ia mati dalam pelukan tangan-tangan kecil itu. Ku lihat doa disana, ada Tuhan disana. Diawali dari mereka berdua, lalu aku melihat diam-diam ada nyanyian kudus disebelah rumah mereka, lalu doa lagi dimana-mana, aku melihatnya. Tuhan masih ada disana.
Aku tak kuasa, ku tutup mata dan ku hapus anak sungai yang semakin deras mengalir di bukit pipiku. Hilang.

Aku berdoa, mulai berdoa melihat semuanya, apa aku masih boleh berdoa Tuhan? Aku bertanya padanya apa aku masih boleh berdoa dengan setiap apa yang aku lakukan dan dilihat orang tentang aku?
Aku berdiri di depan tong sampah, sebuah tong sampah dengan sebuah bungkusan plastik, berdarah. Aku melihat banyak tangisan disana, dan tidak jelas apa bahasa mereka, mereka kesakitan dan kedinginan. Tak ada dosa disana, hanya ada tangisan dan rintihan. Tetapi ada Tuhan disana, aku merasakannya. Ku urungkan niatku untuk membuang dia yang ada dalam kandunganku, aku pulang.
Aku pulang menghadapi kenyataan bahwa aku adalah seorang pelacur, yang hampir saja menjadi pembunuh akibat keteledoranku, dan mengorbankan masa depan seorang anak yang Tuhan titipkan padaku. Aku melipat tangan dan sujud berdoa. Ada Tuhan disana.

Aah, hari ini aku Roy. Bosan aku menjadi Arumi, pelacur sialan! kenapa masih ingat Tuhan.
Ok! Siapa yang harus kubunuh saat ini??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar