Jumat, 29 Juni 2012

Anak tak berhati

Berdesakan diantara rintihan dan sengal nafas untuk bertahan hidup.
Diwarnai rinai hujan yang menambah haru cerita seorang anak.
Anak pergi meninggalkan keluarganya mencari sesuap nasi, menyesal ia lahir dalam keluarganya.
Dilihatnya kerumunan anjing-anjing dunia mengantri sudah tak bisa makan mereka sekarang. Ia lihat seorang pejabat yang dulunya sangat pamor kisah hidupnya, sekarang terinjak-injak karena renta tubuhnya ia tak dapat lagi mengantri untuk sesuap nasi.

“Tuan, hatiku masih bagus. Tuan!!” Serunya dengan suara yang melengking. “Tuan, jangan abaikan! Hatiku punya seribu ruang, hatiku berbeda, ambil dia Tuan, aku ingin makan!”

Tuan pun mendengar suara anak itu. Ia mengambil sebuah tongkat panjang yang sudah luayan berkarat akibat darah biadap orang-orang. Ditariknya kepala anak itu dan terseretlah ia diantara manusia bau busuk lainnya.

“Apa maksudmu hatimu punya seribu ruang? Apa saja yang bisa masuk ke dalam sana?” Tanyanya gusar.

“Hatiku memiliki seribu ruang, mereka tidak. Hatiku bisa menampung hati siapa saja, mereka tidak. Kau mau? Ini bisa berkembang lebih banyak lagi, dan kau akan mendapatkan keuntungan yang sangat amat.” 

Berpikir Tuan sejenak melihat anak kucing ini, kurus, berbau, tak berotak mungkin ia. Tapi ia bilang hatinya punya seribu ruang. 

“Kamu! Anak! Masuk ke dalam istana makanlah sepuasmu, aku ambil hatimu.”

“Tidak sembarangan! Ini hati luar biasa! Kau harus memberi makan dan menghidupi ayah, ibu, dan kakakku! Mereka punya lebih banyak ruang dalam hatinya! Kau takkan rugi Tuan!”

“Lalu kenapa hanya kamu yang kesini?”

“Mereka hampir mati!”

Tuan memerintahkan semua pejabatnya untuk melihat keadaan itu, ia masih bertanya-tanya bagaimana seorang manusia memiliki beribu ruang dalam hati.

“Anak!! Besok giliran hatimu. Makanlah yang banyak malam ini.”

“Baik Tuan, tapi tolong beri makan saja mereka sampai seribu hari lagi, hatiku ada seribu ruang, kau harus bayar itu!”

Dan Anak menangis haru dalam tatakan piring berisi makanan itu. Ia bersama yang lainnya yang tepilih saat itu.

Pergilah Tuhan

Tuhan, aku kehilangan.
Tuhan sejenak izinkan aku untuk hidup sendiri. Dimana tidak ada hal-hal benar dan hal-hal yang salah. Izinkan aku hidup tanpa aturan-aturanMu sebentar saja. Izinkan aku untuk hidup dalam skenarioku.
iya Tuhan, ini masih masalah hati, hati yang kehilangan. Ini masalah harga diri. Ini masalah tak ingin diremehkan oleh hal-hal remeh. Izinkan aku menentukan sebentar saja, bahkan sehirup nafas hanya untuk membongkar dada dan mengeluarkan isak tangis yang tersembunyi.
Tuhan, pergilah sejenak (jangan pergi Tuhan, cukup diam dan dengarkan), aku mohon.
Apa kau sudah pergi Tuhan? (tak ada jawaban)
Tuhan, aku cukup berbahagia dengan semua cerita yang aku ciptakan. Dia melindungi hatiku walau harus menjadi fana, tak nampak namun dia ada. Tuhan, aku tak mau tahu apa itu kebenaraan dan kesalahan. Tuhan, izinkan sekali ini saja aku masuk dalam sebuah cerita dimana aku sutradaranya tanpa harus semua orang tahu apa yang ada dibalik hatiku. Kenapa selalu ada kalimat hanya aku dan Tuhan yang tahu. Tuhan, bolehkah sekali ini saja hanya aku dan hatiku yang tahu? Tanpa dirimu? Au sudah tak percaya lagi akan keagungan cinta. Aku sudah tak mau percaya lagi akan hal menunggu cinta, aku ingin aku yang menentukan.
Tuhan, aku merelakan kepergiannya. Aku rela atas semua skenarioMu, izinkan aku selipkan sedikit dari skenarioku. Aku ingin hidup dengan ketegaran tanpa orang tahu bahwa aku melakukan kegilaan. Iya Tuhan, aku sudah gila karenanya dan aku rela melakukan hal gila ini demi keluar dari diriku dan menciptakan cerita baru dihidupku. Lalu kenapa jika ceritaku itu tidak wajar dan menyalahi norma-norma yang seharusnya ada? Lalu kenapa kalau hal yang ku ciptakan merupakan hal-hal yang dianggap tidak pantas oleh sebagian orang, mungkin sesuatu yang menyakitkan hatiMu juga. Lalu kenapa pula jika aku ingin menjadi diriku sendiri, mengambil risiko untuk keluar dari aturan-aturan manusia pada umumnya.

Tuhan, aku tidak menuntut macam-macam, aku hanya ingin semua ciptaanku tak dirusak dan dicampuri. Jangan campuri hidupku. Tolong biarkan aku terbenam dalam lumpur kekalahan ini. Iya, aku kalah Tuhan, aku kalah, tapi bisakah aku tetap menunjukkan topeng ketegaran dan topeng keindahan cinta pada semua orang. Tolong sekali ini saja Tuhan, izinkan aku. Aku akan mengakhiri pada waktunya, semua ini akan berakhir, aku berjanji Tuhan. Tapi tolong aku hanya tak ingin menjadi bahan, aku tak sombong karena memiliki dia yang (pura-pura) melindungiku, aku bukan ingin menyombongkan diri. Aku hanya ingin meneruskan sebaris kebohongan yang akan menemukan ujung ceritanya. Tolong jangan bilang kebohongan ini adalah kesalahan dan kesombongan, ini berarti bagiku. Aku hanya ingin membuktikan dan sedikit mencurangi dia yang merenggut seluruh hatiku.
Pergilah Tuhan, ku harap hal ini hanya aku dan hatiku yang tahu. Tidak ada aturan, tak ada benar atau salah, dan tak ada Tuhan disana. Sebentar saja Tuhan, sebentar saja, pura-puralah tak peduli padaku, pura-puralah tak menyayangiku.
(Tapi tak bisa Kau berpura-pura, kau Tuhan.)

Dalam (dua) diam hati

Puisi..
Dengan ini ku harap kita bertemu kembali..

Aku Cita. Dia Raka.
Kami menulis aksara bersama, menulis apa yang kami rasa dan kami lihat.
Dia menemaniku, dan aku menemaninya. 

Aku benci ketika pagi datang. Kami harus berpisah.
Raka pergi bersama hatinya. Dan aku membawa hatiku.

"Ka.. ini sudah jam 5 pagi."
(Raka, ini jam 5 pagi tandanya kau harus pergi dan membawa hatimu pergi. Raka, tahukah kau.. ?)


"Cita. Aku pergi dulu, menjemput Dila. Kita bertemu di sekolah."


Sibuk ia mengikat tali sepatunya, tak lama melangkah pergi dalam hening.


"Cit! Semoga hari ini kau bertemu Arwin."
Ia tersenyum dan melambaikan tangan.
(Cit, semoga hari ini kau tak bertemu dengannya. Cit, hari ini aku menginap lagi di tempatmu ya, kita menulis lagi.)

"Raka, aku lapar. Aku tunggu kau dibawah pohon alpukat dekat lapangan ya, hari ini Arwin bertanding melawan sekolah lain, aku harus mendukungnya. Jangan yang pedas-pedas, aku takut penyakitku kambuh dan tak bisa mendukungnya!"

Ku ketik dan ku kirim.
(Raka, cepat datang. Aku merindukanmu, Arwin hari ini tampan sekali, tapi aku ingin melihatmu. Ya, aku mengirimkan hatiku.)

beep. "Aku belikan yang biasanya, mau susu juga?"
(Sabar Cita sayang, aku pasti datang.)

beep. "CEPAT!"
(Raka cepatlah, langkahkan kakimu. Tak usah bertanya aku mau apa, aku mau kamu.)

Dibawah pohon ini kami menikmati semilir angin. Menikmati senja semusim.
Diam bersama berdua sampai tersadar bahwa kami terlalu lama disini, itu kalau kami sadar.

"Cit, pulang yuk."
(Cit, boleh lebih lama lagi?)

"Sudah malam ya? Aku lapar."
(Nanti, sebentar lagi ya Raka.)

"Kita makan."
(Cita...)

Berjalan bersama dalam beberapa tahun terakhir ini membuat kami tak terpisah, entah mengapa malam ini tangan Raka begitu hangat. Kami bergandengan setiap menyebrang, hanya ini hal satu-satunya yang dapat membuat aku dan Raka saling mengaitkan tangan, mungkin juga hati, makanya aku suka memutar jalan, agar semakin banyak jalan yang kami sebrangi. Raka senyum-senyum malam ini apa dia malu? Apa dia 
menyukaiku? Atau dia sedang senang karena tadi bertemu Dila. Hmm..


Berjalan bersama dalam beberapa tahun terakhir ini membuat kami tak terpisah, entah mengapa malam ini tangan Cita begitu dingin, membuatku ingin menggenggamnya lebih erat. Kami bergandengan setiap menyebrang. Cita terdiam, apa dia marah karena ku ajak pulang dan meninggalkan Arwin disana? Apa dia menyukaiku? Apa dia marah padaku, aku tersenyum saja. Hmm..

Kelabu ketika tangan kami terpisah dan tanpa ragu aku berlari dalam keadaan setengah sadar setelah berputar beberapa kali dan kurasakan sayatan yang begitu dalam. Ku rasakan tanganku tak lagi hangat. Apa yang terjadi? Dimana Raka. Ah, aku dalam pelukannya.

"Cita, kita tidak akan berpisah kan? Walaupun kita mati.. nanti."
(Cita, kenapa kau lepas tanganku? Cita kenapa aku harus diam melihatmu kaku? Cita, aku belum benar-benar menyatakan perasaanku. Cita, selama ini apa kau mencintaiku?  Cita kenapa kau pergi meninggalkanku? Cita mengapa kita hanya dipisahkan oleh diam? Cita sekarang kau tak lagi dapat menjawabnya. Cita..)

Tatapanku kosong melihat wajahku basah karena linangan air mata yang tak tertahankan, tapi mataku tidak basah. Ini cinta Raka yang berwujud air mata, mereka berkata-kata tentang cinta. Jika saja saat itu aku menunjukkan rasa.

Tatapanku kosong melihat wajahnya basah karena linangan air mataku yang tak tertahankan, perih hatiku. Ini cintaku dalam wujud air mata, mereka berkata-kata tentang cinta. Jika saja saat itu aku mengatakannya, sebelum kita terpisah oleh diam.

Kamis, 28 Juni 2012

Negeri 1000 mantan


Dia terjebak disana. Tak dapat kembali.

“Maafkan aku Lila, maafkan aku! Aku tak mampu hidup dalam negeri kesepian ini!”

Dan aku hanya terdiam.

“Pergi kau!” dalam hati aku mengutuk.

Aku tak tahu berapa jiwa yang sudah berada di dalam sana, mereka bukan terjebak, bukan juga terkurung.
Mereka dibuang disana, oleh hati yang luka. Ya, mereka patut dibuang.

Ini bukanlah sebuah drama, dimana hati yang terluka dapat terobati dan bersama merajut cinta kembali.
Aku pernah mendengar ada sebuah buku yang dapat membuang para mantan ke dalam sebuah sepi yang tak henti, cukup bisikkan mantranya dan kau akan menemukan dia disana terhempas dalam sepi di negeri tanpa tawa. Tidak ada lagi cinta, tidak kenal lagi ia dengan harapan. Disana hanya akan ada penyesalan. Ya, penyesalan akibat perbuatan terkutuk mereka. Laki-laki dan perempuan bersetubuh disana, namun mereka terus merasa sakit dan tersakiti setelah itu, karena mereka terkubur dalam sepi, ini kutukannya. Mereka tak dapat kembali.

Sesaat setelah kulihat Angin disana aku pergi dan bertengkar dengan diriku.

“Tapi itu terlalu kejam! Aku tak ingin Angin terbuang disana. Dan aku akan selalu melihatnya menangis dalam sepi.” kataku.

“Kamu masih peduli padanya? Setelah berkali-kali ia mempermainkan hatimu. Terakhir kali ku lihat dia berjalan bermesraan tanpa peduli setan dengan Rosa dan kamu masih peduli dengan air matanya?”

“Tapi aku mencintainya. Aku tak mungkin melepaskan suamiku dan mengutuknya!” Aku kembali menyangkal.

“Tapi dia bajingan! Dia sudah menodaimu dan belum ada status yang jelas antara kamu dan Angin! Kalian hanya berhubungan badan dan terjebak dalam sebuah status yang tidak jelas. Dia hanya akan menebar benih ke dalam rahim suci perempuan lain!”

Semakin keras suara itu..

“Aku.. Dia ayah dari bayiku!” Aku berteriak.

“Dia hanya pemujamu, bukan penjagamu!”

“Kenapa kau selalu mengganggu saat aku ingin benar-benar mencintainya?”

“Karena aku tidak pernah suka melihatmu dengannya, dia munafik, dia hanya mencintaimu saat kau melakukan hubungan badan yang tanpa sadar menghancurkan kehidupanmu! Masih perlu bukti yang lain? Baru saja aku lihat dia memasukkan barang najisnya ke dalam tubuh Nina! Betapa bodohnya kau!”

Nina, sebuah nama yang tak pernah terpikirkan olehku.
Dia tahu setiap detil perasaanku terhadap Angin.
Aku terdiam untuk beberapa saat. Aku sudah tak tahan. Aku tak butuh Tuhan untuk ini.
Perlahan ku buka jajaran daftar buku dimana aku bisa menemukan lembaran yang menyerupa kitab itu.

“Dapat.”

Ku temukan dalam sebuah barisan dimana mantra dapat melenyapkan dia.
Ya, dia hanya seorang yang tidak pernah mencintaiku, ia mempermainkanku, begitu juga Nina.
Kubaca dan ku bisikkan kalimat itu, lagi.

Seketika langit gelap, jantungku mencuat keluar. Ku lihat darah dimana-mana. Bola mata berserakan dijalanan. Ku rasa itu adalah mata yang tak bisa mereka jaga. Jemari terpisah satu-satu, mereka menyentuh setiap tubuh yang berjalan tanpa sehelai kain di sebuah jalanan yang semuanya beralaskan janji. Janji terinjak-injak disana. Sesaat jantungku lenyap bersama degupannya, namun aku tidak mati.
Datang dari belakang sesosok tubuh yang aku kenal betul bentuknya, sedikit kekar dengan badan yang cukup tinggi, kulitnya kuning langsat dengan rambut sebahu. Dingin ia memelukku dari belakang.

“Angin..” Kataku.

Ya, itu dia.
Nina mengutukku lebih dulu.

Seketika

Seketika gelap melaluiku di dalam lorong kereta. Kereta menderu, mata ini terpaku. Mengharapkan cahaya datang bersama debaran hati.

12 Jam

Rindumu sudah terkirim dengan sempurna sayang, tenanglah, ini tidak lama, Bandung - Surabaya hanya 12 jam.

Jumat, 22 Juni 2012

Pigura Kaca

Berkeliling mengitari kubus berukuran dua kali kamarku dan melihat pigura-pigura kaca yang tergores luka tanpa nanah entah ruangan apa ini. Sebenarnya dimana aku? Berjalan tanpa henti, dengan pakaian tidur kesukaanku dan tidak menggunakan alas apapun pada kaki mungilku. Masih terdiam mengelilingi ruangan yang sejak tadi entah beberapa jam yang lalu tak habis juga ku putari, ini bagai rotasi bumi, tak berhenti. Aku memandang pada salah satu luka, tergores tak terlalu dalam, tapi ia mati.

Kembali menjejakkan kaki, aku rasa cukup malam kali ini tapi cahaya masih saja menerangi ruangan tanpa akhir ini. Terus kutapaki perlahan berharap menemukan jalan keluar, suasana tidak mencekam disini, hanya saja bagaimana jika tidak ada pintu keluarnya.

Nila. Nama yang ku baca dibawah sebuah pigura kaca paling kecil. Hatinya kecil namun penuh dengan luka dalam, kini ia mati.
Heru. Lukanya ringan tapi ada guratan-guratan yang tak terjelaskan disana, terlalu lama memendam cinta sepertinya, dan ia mati.
Kinan. Hatinya mati tanpa luka. Ia mungkin mengalihkan hatinya untuk menghindari luka.

Banyak nama dengan berbagai luka dalam pigura kaca, tanpa muka. Aku menangis melihatnya, meraung dan meneteskan air mata lagi, ada yang mati karena rindu disana, ketika yang ditemuinya hanyalah kenyataan pahit bahwa rindunya tak berbalas, rindu mengkhianatinya dengan bercinta dengan yang lain.
Setiap pigura dapat kuikuti perjalanannya, hanya dengan mengikuti irama setiap detak jantung yang ada dalam pigura itu, jadi hati itu masih berdetak, tapi mereka mati, mati untuk cinta. Seperti hati Nila yang kecil, cintanya mati untuk ayah dan ibunya. Ia menjadi pecinta wanita sekarang.

Semakin kuikuti semakin sakit kurasa, aku ingin kembali pada kenyataan, tak lagi ingin dalam bayangan. Apa-apaan ini aku tak bisa menemukan pintu keluar!
"Toloong-tolong!!"

Jeritku tak tertahan, dan aku tersentak melihat sebuah hati. Hitam. bukan karena warnanya yang hitam. Disana terdapat dunia kelam, bagaikan neraka usang yang tak lagi mau menampung para jahanam. Kuikuti detaknya.. diam.. diam..

Ku temui sebuah kisah luka dalam yang tak hilang, perlahan hilang, luka pada yahnya, tiba-tida datang tikaman dalam dari ibunya. Perlahan tapi pasti ada pembuluh darah yang pecah setelah sekian lama hati itu berbunga (entah kapan aku melihat pembuluh darah memiliki musim semi). Lalu, kembali ia berhadapan dengan cinta dan terjatuh, tak terlalu dalam, apa ini..? Menghadapi cinta lagi.
"Kenapa banyak cinta dihati ini, datang bergiliran?"
Berdarah lagi hati itu. Kali ini ia pergi merelakan masa lalu, ya, masa lalu yang tidak membawanya pada masa depan. Ketulusan menjadi alasan, ia menapaki hari bersama cinta yang baru, bukan, ia mencintai lagi. Ketulusan dan penuh doa di dalamnya, bahkan dalam setiap tidurnya doa itu terpanjat, bagai mendobrak pintu sorga meminta hati perempuan itu untuknya, ia mencintainya, bahkan dengan segala dosa-dosanya "aku cinta" kata pemilik hati itu. Perlahan tapi pasti mengapa bagian ini semakin terkoyak, ketika rindu mengkhianati. "Bukankah kisah ini sudah ada di pigura lainnya, ternyata banyak rindu yang berkhianat."

Ia melihat bagaimana satu persatu luka dalam hati itu terjahit kembali, setiap ruang yang terbuka mengalami jahitan-jahitan kasar dengan tujuan menutup hatinya, mengosongkan seluruh ruang yang menjadi bagian hidupnya. Kasar, hati itu kini kasar sekali, terlihat luka disana-sini dengan tetesan-tetesan darah sisa. Ingin aku memeluk hati itu. Erat.
Ia yang paling terluka dari semua pajangan pigura kaca ini, aku ingin menangis bersamanya, dan aku melihat hati itu terkoyak, perlahan lunglai sebelum ia mati. "Sini ku dekap!" bisikku perlahan.

Dan aku menghapus embun bening kaca pada hati itu. ku lihat namanya. Lunar. Nama hati yang akan menjadi masa depanku. Mungkin juga itu hatiku dan aku perlahan mati bersamanya melebur jadi satu dengan setiap darah yang mengalir, agar ia kembali hidup. "Apakah aku mati?"

Ku dengar semua pigura itu pecah berhamburan.. hening.

Minggu, 17 Juni 2012

Hanya satu pintaku


12 Juni 2012
Menangis di kamar ketika aku menemukan fakta bahwa papa harus mengalami oper`si di bagian vital seorang manusia, jantung. Aku meraung bukan karena apa, aku ingin berada di sampingnya.

13 Juni 2012
Aku akhirnya berangkat dalam perjalanan 12 jam menanti wajah seorang ayah, aku berusaha untuk tenang dan tidak cengeng, karena setiap mengingatnya aku akan menitikkan air mata dan membayangkan hal-hal yang seharusnya tak kubayangkan. Aku sudah tau operasinya berhasil, tapi entah mengapa aku merasa sedih. Karena aku tidak terima, aku dan keluargaku tidak punya keturunan penyakit itu. nampaknya sekarang itu tak berlaku. Setelah 12 jam perjalanan aku menanti, aku dijemput dua orang sahabatku yang langsung ikut menjneguk juga. Lelahku terbayar dengan melihat wajah lemasnya, ia baru bangun tidur dan aku langsung tersenyum dan senyum itu berganti menjadi air mata, menangis aku disamping lengannya "papa jahat!" dan aku menangis.. ia hanya tersenyum dan berkata "kan udah papa bilang papa baik-baik aja, hal kecil kok dibesar-besarkan". Aku benci dia mengatakan kalimat ini. Ia bilang sudah boleh pulang. Tidak! aku menahannya hingga Jumat.

14 Juni 2012
Aku berangkat pagi-pagi ke Rumah sakit untuk mengunjunginya, aku tidak dapat tidur disana, ada pendampingnya saat ini dan anak angkatnya tidur disana, aku menginap di kosan sahabatku di Surabaya. Aku senang mereka menyambut kedatanganku dan mau ikut menjenuk papaku yang terbaring lemah, ia keras kepala, sok kuat, hanya kuat di luarnya saja, padahal sudah di pasang ring 4. Seharian aku bersamanya, kami tidur siang bersama hingga malam harinya aku bisa pergi bermain bersama temanku. Aku senang berkunjung ke Surabaya. Aku dapat 3 teman baru lagi. Rheza, Rio, dan Ika. Terimakasih.

15 Juni 2012
I hate this day!! really!! so much!!
Aku tidak tau apa yang ada di otak papa! Hari ini kami berangkat ke desa di Lumajang, desa Senduro dan itu masuh masuk-masuk lagi, dibawah kaki semeru. Aku benci harus datang ke perkampungan tempat tinggal pendampingnya sekarang. Tidak ada sinyal untukku membuang penat! aku benci! setiap orang yang datang ke sini memandangku dan menanyakan siapa aku! Aku pasang benteng dan muka terjahatku pada mereka, aku tidak suka! berharap hari cepat berlalu, aku naik motor berkeliling desa dengan adik angkatku. Malamnya ketika aku tidur, papa memperbaiki selimutku sembari memperbaiki posisi tidur adikku yang selengean itu. Papa menyelimutiku.

16 Juni 2012
Hari ini aku tak ada kerjaan, tidur seharian hingga malam menjelang, berada di kamar yang tak memiliki lampu itu. hanya untuk menembus waktu, mereka bilang tidur adalah mesin waktu terhebat untuk mempercepat jalannya waktu. Lalu, malamnya aku menikmati pisang goreng hangat sambil menonton Indonesian Idol. yah, sekedar melepas jenuh, aku bisa bertreriak dan ikut bernyanyi di dalamnya. Setelah semua orang tidur hanya aku dan papa yang menyaksikan acara itu, papa mengambil bantal dan tidur di sampingku. momen ini sudah lama sekali tidak tercipta. Papa ngomel-ngomel kenapa kompetisi seperti ini harus berdasarkan sms, haha. Lalu tiba-tiba dia bilang males nonton. Papa pergi ke kamar mengambil sesuatu. Papa mengambil sebuah rompi hangat. "Kak, dicoba." aku awalnya menolaknya karena aku tidak suka jika itu adalah milik orang lain dan aku harus memakainya. kata papa "nggak, ini tadi papa sengaja cari ukuran kakak. Pakailah, pas gak?" Tanpa perlu disuruh aku langsung memakai rompi itu dan ku lapisi lagi dengan jaketku. terimakasih papa. Lalu dia tertidur hingga aku selesai menyaksikan musik show itu.

17 Juni 2012
Tiba hari aku harus kembali ke Surabaya, aku harus meniggalkan papa. Ia berjanji akan pulang di hari Senin bersama-sama. Aku sudah membayangkan perpisahan di bandara dan aku akan menulis surat padanya malam ini. Ternyata ia bilang ia tidak pulang bersamaku di bandara, aku emrasa kehilangan perlindungan. aku sedih, aku merengut. Lalu, pagi itu aku mau keramas. Aku mau memasak air, tapi karena kompornya plus kompor kayunya dipakai aku tidak bisa memasak air mandi. Papa bertanya "kenapa? kakak gak kuat?" "iya, kupingnya suka sakit kalo terlalu dingin." Tidak lama setelah itu salah satu ibu memanggilku untuk mandi, katanya tunggu sebentar. itu bapaknya lagi masakin air." Aku terperangah. Papa, udah lama gak kayak gini ke aku. Makasi papa. setelah itu papa mengantarku ke terminal bis patas, lalu sepanjang jalan bercerita. Aku diantar naik motor dengan jarak perjalanan yang jauh, lama aku tak merasakan kasih dan perhatian langsung dari papaku. Makasi papa. Aku tiba di Surabaya. Sebelumnya, hari ini adalah Hari Ayah internasional, aku menitipkan secarik surat padanya. Begini isinya..

"Dear papa,
Pa, makasih udah bolehin adatang ke Surabaya, maaf kalo ngerepotin papa. Aku sayang papa, karena ini juga makanya aku mau ikut ke desa ini, kalo gak karena sayang papa aku gak mau sama sekali, males. Pa, walaupun papa sehat, tolong jangan keras kepala, jaga kesehatan papa, aku gak tau kapan nikah, pacaran juga belum. Aku mau papa umur panjang. Pa, jangan terlalu manjain Grace. Papa gak ingat dulu gimana papa didik aku makanya aku bisa pintar, berani, mandiri. Jujur aku cemburu liat cara papa ke Grace. Pa, makasi aku punya kenangan baru lagi. Makasi bisa nonton Ind.Idol bareng (udah lama kan gak nonton bareng), makasi udah diselimutin waktu tidur, dibeliin jaket (chiee romantis), dimasakin air mandi. Aku udah lama gaj rasain ini semua. Pa, aku dan adek-adek sayang papa. Terlebih mama. Terlebih Tuhan. I love u. God bless u."

18 Juni 2012
Sekarang aku belum menemukan tiket untuk pulang ke Bandung masih menanti. Dan aku berterimakasih juga Kepada kak Angga yang sudah menjadi penghiburku dengan cara yang aneh. Aku berterimakasih. Untuk teman-teman yang di Surabaya juga. Iloveu. Untuk yang di Bandung, berharap hujan deras karena aku terlalu merindukanmu. Aku berdoa hari ini bisa tiba di Bandung dengan selamat. terimakasih Tuhan untuk beberapa hari yang indah ini. Lama tak ku rasakan hangatnya papaku dengan keadaan keluarga seperti ini. I love u Lord. Really love You. Bersyukurlah ketika anda masih bisa merayakan ulang tahun ayah ke-65 bersama keluarga yang utuh, aku, ulang tahun ke berapapun sudah lupa bagaimana merayakannya bersama keluargaku.

Hanya satu pintaku tuk memandang langit biru di pangkuan ayah dan ibu... apabila ini hanya sebuah mimpi ku selalu berharap dan tak pernah terbangun...

Kamis, 14 Juni 2012

Sejenak menarik nafas


Sejenak ku hirup udara kota pahlawan dikala malam. Menyadari sesuatu yang terus ku pikirkan, apalagi kalau bukan cinta. hmm.. bukan, ini bukan sekedar masalah cinta, ini mengenai keputusan seumur hidup, ini tentang kesetiaan, ini tentang hidup dan mati, ini tentang kesucian janji, dan ini bukan SEKEDAR tentang cinta, ini tentang teman sehidup semati.

Dalam diam aku merenung, melihat teman satu-satu melepas masa lajangnya, jangan bilang karena umurku yang seperempat abad pun belum sampai sehingga aku belum pantas memikirkannya lebih dalam, aku sudah memikirkannya secara serius. ini hal penting di dalam hidupku.

Kehidupan keluargaku yang memang hancur berantakan dan menyebabkan aku kurang kasih sayang dari seorang ayah adalah salah satu alasan terbesar mengapa aku tak ingin melakukan kesalahan, ya, kesalahan seumur hidup yang jika dalam waktu beberapa menit saja aku mengucapkan kata " i do, 'til the end of my life" with wrong person and i will get my curse, ya, penyesalan seumur hidup. aku tak mau salah pilih, kalau tak salah pilih apa namanya?
Kembali melihat kehidupanku sekarang, aku kesepian, tanpa pasangan. bukan berarti aku tak pernah merasa kegirangan jika aku bersama teman-temanku, berbeda. Seperti halnya yang sering aku bilang, aku kehilangan teman diskusi. Lebih dari sekedar kebutuhan akan dikasihi dan dicintai.

Sometimes i feel... God, where's mine? i need him now..

Ketika aku benar-benar membutuhkan sebuah sosok penghibur, pelindung, penuntun, pemberi kasih sayang. 

Lalu, aku terdiam dan menarik nafas sejenak. Tuhan, dimana dia? Aku terus bertanya-tanya akan sosok dan keberadaannya. Aku bertanya-tanya apakah aku harus benar-benar mengosongkan hatiku dan melupakan cinta sehingga aku bisa benar-benar merasakan siapa yang mengasihiku. Apakah aku harus benar-benar lupa akan kebutuhan akan seseorang, jujur ini adalah tuntutan pribadi akan hal pernikahan di usia matang, aku tak ingin terlalu jauh usia dengan peri kecilku. ini idealisme ku, bukan kehendak Tuhanku. Lalu, ketika aku tak memberikan target, aku tak ingin seperti tak punya patokan. 

Aku pernah, ya pernah, hidup tanpa memikirkan cinta, dan aku mati. Aku tak dapat mencurahkan apa-apa. Aku vakum, aku vakum dalam menyiratkan sesuatu, aku vakum dalam menceriakan hari, aku vakum dalam hal memberi semangat, dan aku tak mengerti lagi apa arti ketulusan, aku tak bisa berbagi dengan sesamaku. 
Terkadang aku bingung ketika sebagian orang mengatakan untuk apa mencintai dan memberikan kasih jika ia tak membalas cintamu. Jika demikian lalu apa artinya kasih? Jika demikian adakah ketulusan? Jika demikian salahkah aku masih berharap akan cinta?

Kata orang cinta itu pengorbanan, kata orang cinta itu pengharapan, kata orang cinta itu kesetiaan, kata orang cinta itu ketulusan, kata orang cinta itu jawaban. Lalu, ketika makna dari cinta itu menghilang apalagi yang harus dilakukan? ketika cinta mengalami penolakan haruskah sampai disitu makna cinta lalu mencari pintu hati yang lain untuk menerima? Terserah kalian mau bilang ini alibi atau apalah tai kucing! ralat dalam cinta tak ada makian. Itulah cinta. Cinta tak pernah datang untuk diterima, cinta itu datang untuk memberikan kehidupan bagi orang lain. dari situlah timbul cinta. Dan inilah makna cinta yang ku tahu.

Sedikit benci.

Ah, kembali menarik nafas, ini beban. Karena aku masih harus menunggu. Tapi aku menikmati setiap proses mencintai di dalam hidupku. Mencintai itu tidak ada batasannya. Tapi, aku terus bertanya-tanya Tuhan dimana dia? Terus aku bertanya, Tuhan dimana dia. Tuhan, apakah aku harus mengosongkan hatiku agar Kau masuj dalam hatiku dan berbisik  "dia pasanganmu." atau haruskah aku bermimpi seperti teman-temanku, yang kau sampaikan cerita tentang pasangannya melalui mimpi indah mereka, dengan wajah yang samar mungkin, atau bau yang harus ku ingat, atau ada tanda-tanda lain Tuhan. Apakah aku tak melihat tanda-tanda itu? Atau Kau belum menunjukkan tanda-tanda itu.

Kepada kamu yang sampai hari ini masih ada dalam doaku, aku mencintaimu dengan harapan tanpa imbalan, aku mencintaimu untuk kebahagiaan, aku mencintaimu dengan sedikit mimpi masa depan, jika kau bukan masa depanku jangan pernah merasa bersalah atau pun serba salah, ini bukan kesalahan, ini percintaan. Jangan jadikan ini sebuah alasan untuk kau tak menerima cintaku, ini untuk kebahagiaanmu dan untuk "kenaikan kelas" dalam pelajaran kehidupanku, aku banyak belajar dalam mencintaimu. Dan jangan pernah menyangka ini semua hanya sesaat walaupun ada batas waktu yang aku siapkan.

Sejenak menarik nafas di kota pahlawan, bersama riuhnya kemesraan teman dan pacar. Aku sejenak menyedot keceriaan mereka, menyimpannya dalam ingatan dan menutup rapat-rapat rasa iri dan keinginan duniawi, aku bahagia melihat mereka, setidaknya mataku bisa melihat kanan dan kiri, walaupun aku tau hati ini masih tetap berdiri sepi. Tuhan, dimana dia?

Sejenak menarik nafas..

Minggu, 10 Juni 2012

Hai, Tuannico.. 2

Aah, sebenarnya beberapa hari yang lalu aku sudah menuliskan hal ini, tetapi entah hilang kemana tulisan itu.
Kembali menceritakan tentang pertemuan singkat bersama Nico. Hai Nico, masih di waktu dan tempat yang sama, sayangnya bajuku berbeda dengan bajumu, bajumu masih sama seperti saat itu.

Hari ini sepi, tidak ramai yang bermain bersama.. hanya aku, Nico, LM, dan Karin. Ya, hanya kami saja. Yang lain memiliki urusannya masing-masing.. memang saat itu hanya jadwal spontan saja.
Kemudian, seperti film India, aku sudah datang tepat pukul 5, lewat sedikit lah. Tak lama LM menanyakan keberadaan Nico, ya aku bilang saja belum ada, ternyata Nico sudah ada namun berada dibalik tembok, ya, kami hanya terpisah tembok saja. Kemudian saling berhadapan dan .. ahaa!! "kamu disini.." "kirain yang di dalam bukan ninta.." *lalu berpelukan. Seperti sudah lama tak bertemu.

Kami memesan minuman yang sama, bedanya aku dingin dia panas. Lalu, tiba-tiba Nico menghilang.. 2 menit, 4 menit. Lalu kemana dia sampai selama ini belum kembali? *mulai ketakutan* *celingak-celinguk* hampir 10 menit.. sepertinya ini bukan pembuangan biasa. Yaa, entah apa yang dia lakukan di toilet. setelah beberapa saat dia kembali dengan bau minyak kayu putih, hahaha. *yah, silahkan dipikirkan apa yang dikerjakannya.
Tak lama LM *dengan huruf besar* datang ke tempat kami, LM datang dengan baju ungu dan celana kain gelap, masih cantik, dia tetap terlihat fresh setelah pulang kerja, begitulah kata Nico, jangan bandingkan sama aku kalau pulang kerja ya! haha.
Kami berbincang-bincang sejenak, tak terasa setengah jam berlalu.. aah, LM terlalu cepat pulang dan berpisah dengan ciuman bersama kami, di pipi pastinya.  Tak lama Karin datang.

Yaaah, pembahasan kami mulai memanas. Mulai dari "Hai, Karin" hingga "inner" di dalam seseorang. Yak! malam itu adalah malam jumat, aah aku benci itu.. dan Nico berhasil memberantak-in rambutku! *slamat ya!* saya ketakutan, entah inner apa yang mereka bicarakan, dan aku mulai membayangkan bahwa innerku begitu menyeramkan, aah.. kalau orang takut melihatnya ? kalau aku sendiri malah ketakutan melihatnya ?  Aiiih..
Akhirnya pembahasan kami berujung di kota Lampung, Sebuah kota yang berbeda pulau dengan tempatku saat ini, dan sebuah kota yang perjalanannya hanya sebatas menyebrangi laut lepas, sejauh mata memandangsudah dapat melihat keindahannya dari seberang, begitulah kata Nico. Kami bercerita dan mulai merencanakan bagaimana jika liburan kita mengarungi lautan dan datang berkunjung kesana? Bagaimana? teman-teman.. mari kita liburan bersama.. hanya menaiki sebuah kereta dan mengambil DAMRI menuju pelabuhan dan kita mulai berpetualang.
Malam yang panjang, sampai-sampai nyamuk menggigiti kakiku, sampai sekarang masih bentol-bentol, bukan gatal, jadi luka titik-titik di kakiku.
selain itu Nico juga bercerita tentang hujan, hujan yang bisa diajak berantem, hujan yang bisa jatuh terhempas, hujan yang menggelitik, hujan yang.. aah.. banyak.
Tapi, satu yang ku ingat dia bertanya " Ketika hujan turun, dan jika itu adalah sebuah kerinduan, menurutmu itu adalah kerinduanmu, atau kerinduan orang?" Dan yaa.. aku rasa memang benar, hujan yang tercurah dari langit itu adalah kerinduan yang jatuh dari langit, entah dari hati siapa, hanya tinggal membuka telapak tangan dan menadahkan menanti hujan turun membasahi diri, agar tubuh terbasuh akan sejuknya kerinduan yang terpendam. Terimakasih Nico, sudah menceritakan aku tentang hujan. itu yang paling aku ingat malam itu, tentang hujan, dan sekarang aku sudah memiliki cerita hujan bulat-bulat.

Sekarang aku rasa Nico sudah kembali ke Lampung, sayang, di akhir pertemuan aku tak sempat memeluknya. Kapan-kapan kita berpelukan lagi ya pohon. Ayo jangan mengantarkan masa lalu saja, mari kita cari bersama masa depan! ya kan, Karin? hahaha.

Sepulang dari sana ada sedikit trouble, angkotku ditabrak.. aah, agak kaget karena bagian yang ditabrak adalah tempat aku duduk.
hmm.. ngomong-ngomong malam itu aku memesan roti isi keju melelh dan lemon tea dingin, Nico memesan pisang hijau dan lemon tea panas, Karin memesan menuyang sama denganku. terimakasih untuk malam yang indah teman-teman.

sampai jumpa lagi.. :)

Selasa, 05 Juni 2012

Hai, Tuannico..

Malam ini, tepatnya dalam perjanjian kami pukul 17.00 bertempat di Warung Ngebul kembali bertemu semua geng mention jamaah (yang bisa-bisa aja) setelah hari Minggu kemarin ada pertemuan dan saya tidak bisa menghadirinya. Haah, apa boleh buat..

Hari ini, 5 Juni 2012
Kembali bertemu sosok Nico Rosady, yang telah lama tak bersua, dan membawa sepotong janji untuk bertemu kembali.
Deg-degan awalnya, karena hari Minggu kemarin aku tak sempat bertemu dengannya. #GRdehdia
Makanya hari ini benar-benar berusaha untuk bertemu, Nico aku merindumu.. eaaa..

Setibanya di warung ngebul bareng sama Phili, anggota yang belum sempat memeluk pohon hidup ini, kami berjalan menuju lokasi. Menuruni tangga dengan pikiran "mana Nico..?"
Sampai akhirnya kami tiba di meja tempat terakhir kami bertemu, sebelum hujan saat itu dan memutuskan untuk pindah meja.
"Aah, disana dia.." dengan baju hijau kekuningan dan gambar monster di tengahnya. Ada yang berbeda dengan Nico, dia lebih rapi "Hei, kamu rapihan yaa.." kataku. dengan kumis yang lebih rapi, jenggot yang lebih rapi, rambut dan muka yang lebih rapi, satu yang selalu tidak akan rapi.. giginya! hahaha.

Pertemuan kali ini pun aku lihat kak Echi lebih ceria, aku senang memangdang kakak ini lama-lama, cantik.
Entah mengapa.. aku suka melihatnya ceria dibandingkan saat dulu pertama bertemu, apa dampak setelah punya pacar? hmm,.. :)

Sedikit orang yang bisa datang ke pertemuan malam ini, Lyly, aku, Kak Kika, kak Echi, Phili, Onye *as olweys in the last minute*, Fahmy, Nico, dan adik kak Kika *Rida* (kalo ada yang kelupaan mohon maap)
Malam ini kami hanya berbincang, seperti biasa. Aku senang ketika Nico mau bertemu, aku juga kangen sama Nico.

Setelah makan, minum, sembari cerita, kami pun berpisah. Pertemuan malam ini tidak banyak foto-foto, kami hanya berbincang. Namun bukan hanya sekedar berbincang, aku senang kami bisa tertawa lagi bersama, kami punya kesibukan dan teman masing-masing tapi ketika sudah berkumpul rasanya ...
Teman-teman, tahukah kalian aku sangat bahagia ketika kalian mengatakan "Ninta, mukamu kenapa kusut sekali?" "Ninta, habis nangis ya?" "Ninta, kok jarang kelihatan lagi sih di twitter?" "Ninta, kok twittermu akhir-akhir ini galau?" aaah, kalian perhatian sekali.
Jujur aku tidak tahu, sejak aku muntah saat itu, sakit saat itu, wajahku berubah menjadi wajah sesedih ini, mata yang sayu, muka kusut seperti habis menangis. Walaupun memang sedang banyak yang membuatku menangis di dalam hati. hmmh..

Setelah semua bergegas pulang, hanya aku, Phili, Onye, dan Nico entah darimana mulai membahas mengenai roh-roh itu. *Tuhan tolong*
dimulai dari pertanyaan yang kecil, sampai ngintip-ngintip ke dalam hidup orang lain. Agak merinding dan ketakutan sendiri sih, baru pindah kosan soalnya. Mereka asik sekali cerita tentang pengalaman bersama para roh, dan aku hanya menimpali sembari bener-bener memperhatikan pembicaraan mereka.
Yah, aku hanya berharap saja tidak terjadi padaku.

Nico mulai menceritakan kehidupannya, Phili, Onye, dan aku menimpali..

Semakin larut kami berbicara, semakin seru pembicaraan kami.

Sempat terlontar kembali pertanyaan tentang gigi Nico..
Nico, udah itu gak perlu ditanyaain, lucu aja tu gigi, ngaca gih *upsHOROR*
Sebelum pulang aku suka sekali waktu iseng Nico pegang-pegang kepalaku #kode #achiee, abis itu aku dan Phili berpelukan bersama Nico, sebelum kami pulang. Onye juga pulang bersama-sama, tapi dia beda arah. Nico, masih kangen deh.. semoga sebelum kamu balik lagi kita masih bisa ketemu ya. :)
Terimakasih Pohon hidup yang sudah jauh-jauh datang dan dapat bermain kembali bersama kami.
Terimakasih untuk pelukan disertai kata "Aduh!!"
Kapan-kapan kita cerita lagi yaa..
and thank God bisa ketemu orang-orang ini lagi setelah sekian lama. Aku sayang kalian.!