Kepada, Ibunda tercinta..
Selamat siang ma..
Mungkin ini
bukan curhatan pertamaku pada mu mama, tapi mungkin ini surat permohonan
pertama untukmu, untuk segenap pengertianmu.
Aku mengerti atas kecemasanmu akan masa depanku. Akan siapa pendampingku dimasa datang.
Aku
sangat mengerti akan kecemasan mengenai siapa yang akan menggandeng
tanganku di pelaminan nanti, bukan dia yang menggandeng orang lain di
depanku kelak.
Aku mengerti sungguh akan ketakutanmu mengenai siapa
yang akan memijat tubuh lemahku ini agar tetap bisa bekerja dengan baik,
bukan siapa yang akan membiarkanku bekerja dan memikirkan makan apa
kita besok.
Aku mengerti kegundahanmu akan khawatirmu mengenai siapa
yang akan membelaiku setiap malam, bukan dia yang memakiku atau
memukulku suatu saat nanti..
Aku tahu kau tak ingin aku merasakan
apa yang orang lain rasakan. Tapi, inginku meminta restumu untuk
siapapun dia yang akan menjadi ksatriaku nantinya. Dia tak haruslah
seseorang dengan uang yang berlimpah, namun ia adalah orang yang tahu
bersyukur dan terus bekerja keras untuk kehidupan kami. Dia yang tahu
akan makna tanggung jawab dan kebahagiaan. Terlebih dia adalah orang
yang akan terus mengingatkan aku bahwa Tuhan ada bersama kami.
Aku
tak percaya lagi pada kebaikan, kepatuhan, kerajinannya dalam
beribadah. Aku tak percaya lagi akan semua itu. Biarkan cinta yang
menuntunku menemuinya tanpa syarat. Tanpa syarat sebagaimana Tuhan
mencintaiku. Aku mengerti kecemasanmu, Ma.
Tenanglah, aku masih
dua puluh tiga tahun, masih banyak mimpiku, jika dia yang kau inginkan
adalah jodohku, dengan cara apapun kami akan bertemu. Jika bukan, doakan
saja yang terbaik akan datang menghampiriku. Masih banyak yang ingin ku
lakukan untukmu Mama, namun bukan berarti aku tak ingin
membahagiakanmu.
Tenanglah mama.
Dari anakmu yang jauh dan terus merasakan desahan doamu dalam malamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar