Minggu, 13 Januari 2013

Permohonanku untukmu, Mama.

Kepada, Ibunda tercinta..
Selamat siang ma..
Mungkin ini bukan curhatan pertamaku pada mu mama, tapi mungkin ini surat permohonan pertama untukmu, untuk segenap pengertianmu.
Aku mengerti atas kecemasanmu akan masa depanku. Akan siapa pendampingku dimasa datang.

Aku sangat mengerti akan kecemasan mengenai siapa yang akan menggandeng tanganku di pelaminan nanti, bukan dia yang menggandeng orang lain di depanku kelak.
Aku mengerti sungguh akan ketakutanmu mengenai siapa yang akan memijat tubuh lemahku ini agar tetap bisa bekerja dengan baik, bukan siapa yang akan membiarkanku bekerja dan memikirkan makan apa kita besok.
Aku mengerti kegundahanmu akan khawatirmu mengenai siapa yang akan membelaiku setiap malam, bukan dia yang memakiku atau memukulku suatu saat nanti..

Aku tahu kau tak ingin aku merasakan apa yang orang lain rasakan. Tapi, inginku meminta restumu untuk siapapun dia yang akan menjadi ksatriaku nantinya. Dia tak haruslah seseorang dengan uang yang berlimpah, namun ia adalah orang yang tahu bersyukur dan terus bekerja keras untuk kehidupan kami. Dia yang tahu akan makna tanggung jawab dan kebahagiaan. Terlebih dia adalah orang yang akan terus mengingatkan aku bahwa Tuhan ada bersama kami.

Aku tak percaya lagi pada kebaikan, kepatuhan, kerajinannya dalam beribadah. Aku tak percaya lagi akan semua itu. Biarkan cinta yang menuntunku menemuinya tanpa syarat. Tanpa syarat sebagaimana Tuhan mencintaiku. Aku mengerti kecemasanmu, Ma.
Tenanglah, aku masih dua puluh tiga tahun, masih banyak mimpiku, jika dia yang kau inginkan adalah jodohku, dengan cara apapun kami akan bertemu. Jika bukan, doakan saja yang terbaik akan datang menghampiriku. Masih banyak yang ingin ku lakukan untukmu Mama, namun bukan berarti aku tak ingin membahagiakanmu.

Tenanglah mama.

Dari anakmu yang jauh dan terus merasakan desahan doamu dalam malamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar