Selasa, 26 Februari 2013

Kucing penunggu hujan


Alkisah disebuah rumah terdapat seekor kucing kecil yang hidup bersama ayah dan ibunya. Mereka hidup bahagia sampai akhirnya sang ayah dan ibu berpisah. Kucing kecil ini hidup sendiri, luntang-lantung di jalanan. Pernah ia dipelihara oleh majikan yang baik, namun tak lama majikannya tiada. Pernah pula ia dipelihara oleh seorang tua renta, namun ia pergi berkelana meninggalkan majikannya.
Seiring berjalannya waktu, kucing kecil tumbuh menjadi kucing dewasa yang pemberani, ia gagah, kuat, dan mempesona diantara kucing lainnya. Ia tidak sombong, ia murah hati. Namun, ada satu rahasianya.

Saat ia sendiri, ia kembali mengingat ketika itu, hujan.
Hujan selalu menemaninya saat ia senang atau pun susah, saat ia sendiri atau pun bersama teman-temannya. Dinginnya hujan tak dianggapnya sebagai halangan, ia menganggapnya teman, ia merasakan kehangatan, nyaman.

Sampai suatu hari ia jatuh cinta pada hujan. Ia berbincang-bincang pada hujan. Sesekali mereka bercanda dan saling merayu. Ia jatuh cinta pada tetesan hujan. Ia mengungkapkan cintanya pada hujan, namun apa yang dapat diperbuat hujan? Ia tak dapat melakukan apa-apa.

Hujan tidak sama dengan kucing.

Hujan tak memiliki tangan dan kaki seperti kucing.
Hujan tak dapat makan seperti kucing.
Hujan hanya bisa membelai kucing dengan sentuhannya, sesekali.
Hujan hanya bisa memberikan kedamaian pada kucing, sesekali.
Hujan hanya bisa menemani kucing bercanda, namun tidak untuk dimiliki.
Hujan pun sedih.

Berderai air mata hujan kala itu, membanjiri beberapa tempat dimana kucing itu berada. Hujan pun menyayangi kucing itu, walau kadang ia hanya bisa membasahinya dengan air mata atau tawa.
Hanya kucing itu yang tau.

Dan sekarang, kucing kecil itu sudah menjadi seorang pemimpin.
Tak ada yang tahu apa yang dirasakan kucing kecil itu.
Hanya alam yang mengerti mengapa setiap hujan turun, kucing itu selalu menatap jendela dan tertidur sambil mendengar senandung riuh gemericik air hujan.
Tak ada yang tau seberapa lama kucing itu dapat menatap rinai-rinai manja hujan dari balik jendela. Hanya dari balik jendela.

Ya, iya mencintai hujan dan hujan pun demikian. Sampai suatu saat musim panas itu datang. Hujan pergi dan menghilang. Kucing itu sedih terus menunggu hujan, ia selalu menoleh ke arah jendela berharap langit menyampaikan pesannya melalui isyarat mendung bahwa hujan akan datang kembali.

Itulah setidaknya sedikit cerita dongeng dari ibu mengenai kucing peliharaanku, yang setiap hujan akan duduk manis menatap jendela, dan dengan tenangnya ia menikmati hujan seakan-akan hujan berbicara padanya tentang cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar