Kepada Tuhan yang memberikan aku kesempatan untuk menyampaikan keluh kesahku.
Tuhan, hari ini hari Minggu dan aku sudah menyempatkan diri untuk menjumpaimu, bukan, aku selalu merindukan hari ini walaupun ini berarti besok adalah hari Senin, hari dimana aku benar-benar ingin berlari dan mempercepat langkahku untuk pergi mengunjungi Jumat yang menantiku untuk pergi bersama Sabtu dan aku akan menemuiMu dihari Minggu.
Tuhan, Tuhan tau sendiri kan bagaimana kekelaman baru-baru saja meliputi hidupku. Dalam sekejap aku menjadi setan yang bangkit dari dalam kubur! Bukan karena apa-apa tapi karena semua yang menumpuk di dalam hati ini. Tuhan, ini menyakitkan, iya.. menyakitkan untukMu dan untukku.
Kepada Tuhan yang memberikanku kesempatan untuk marah dan kesal.
Tuhan, aku bingung sama maunya Tuhan, sama maunya aku juga. Ya, kami manusia memang suka banyak maunya tapi.. tapi.. (lalu terdiam, dan jika ku lanjutkan aku hanya akan mencari-cari alasan). Aku hanya ingin merasa dilibatkan, apa itu salah? Apa itu membuat ku sombong hingga Kau membiarkan aku merasakan sakit ini?
Kepada Tuhan yang memberikanku kesempatan untuk menangis.
Tuhan, akhirnya saat itu datang juga, saat dimana aku harus mengakui bahwa aku sakit karena ulah mereka. Aku berkali-kali membulatkan tekad dengan mengepalkan tangan dan meneguhkan hati untuk berkata bahwa mereka kejam, tapi masih dengan bahasa yang sesuai dengan karakter yang ada di dalam diriku, terlalu lembut mungkin, atau bisa terlihat terlalu membingungkan, atau terlalu sombong? Aku mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan apa yang ingin Kau sampaikan melalui aku, tapi aku sendiri masih belum berdamai dengan diriku dan mereka, terlebih padaMu!
Kepada Tuhan yang memberikanku kesempatan untuk berfikir kembali.
Satu jam, dua jam, tiga jam berlalu. Melalui kedua orang ini Kau mengingatkan aku kembali untuk merendahkan hati. Jangan sampai terjebak dalam keinginan untuk tinggi daripada kepala-kepala di atasmu. Bukan, Tuhan! Aku bukan mau sombong, aku hanya ingin bisa seperti yang lain.. aku ingin menunjukkan aku juga bisa, waktunya sudah mau habis Tuhan (lalu termenung, inikah kesombongan? bukan Tuhan..bukan.. menghela nafas). Sempat aku berfikir hanya karena hal ini, Tuhan tolong bantu aku memafkan mereka dan ketika aku bertobat minta ampun atas setiap kata-kata kasarku yang kuteriakkan di dalam hati hampir beberapa hari ini, panggilah aku Tuhan, agar aku tidak lagi jauh dariMu (lalu berfikir betapa mudahnya hidup ini jika seperti itu).
Kepada Tuhan yang memberikanku kekuatan untuk menjalani semua ini.
Tuhan, sempat aku takut karena setelah masalah berat yang terakhir kali Kau ujikan padaku, aku tak lagi merasa aku perlu menangis dan naik kelas, naik kelas karena aku sudah melewati satu lagi ujian untuk memperbaiki hidupku dan membuat hidupku menjadi sesuatu yang penuh makna. Aku takut ketika terfikir olehku bahwa aku telah jauh dariMu, kita bahkan tak pernah lagi berbincang mengenai hariku. Maaf Tuhan, aku tetap menyapaMu, mungkin sekedar, Kau tahu itu. Tapi, kemudian ketika masalah ini datang lagi, kau ingin aku naik level. “Sudah saatnya Ninta, kamu harus naik level lagi, jangan berdiam diri di kelas ini saja, kamu harus naik kelas!”
Kepada Tuhan yang tak pernah melepaskan tanganNya yang kekar untuk menggenggam tanganku, yang kecil, dan ingin lari ini.
Tuhan, hari ini dengan senyum kecil ini aku berani mengatakan terimakasih, mungkin saat aku menjalankan pelayananku hari itu, setiap kata-kata yang ku keluarkan membuat aku sendiri berfikir. Walaupun orang yang menyakitiku merasa bahwa dia sudah bekerjasama denganku, dan aku tidak merasakan itu dan malah membantahnya dalam hati, setidaknya aku belajar untuk merendahkan hatiku, harga diriku, merendahkan idealismeku, merendahkan karakterku untuk akhirnya suatu hari aku akan naik kelas dan dapat melewati padang rumput yang wangi dengan aliran angin yang lembut dan tertawa lepas atas kemenanganku melawan egoku.
Dan aku berkata, terimakasih Tuhan, semoga aku bisa naik kelas lagi dan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar